Karena Suatu Saat Aku akan Bertemu dengan Tuhan-Ku Sendirian
Sebenarnya aku, kamu, kita hidup adalah untuk bertemu dengan Tuhan. Kita berada dalam masa penantian yang panjang di dalam hitungan tahun manusia yaitu selama kita masih hidup. Aku adalah manusia, jadi aku termasuk dalam golongan orang-orang yang menunggu itu. Meskipun kadang aku berusaha melupakan bahwa suatu saat aku akan bertemu dengan Tuhan-ku. Seperti yang banyak dicontohkan oleh teman-temanku, mereka hidup bukan dalam masa penantian akan bertemu dengan Tuhannya. Hidup indah yang tanpa beban.
Sejenak aku jadi bertanya, apakah menanti pertemuan dengan Tuhan adalah suatu beban? Tentu saja bukan. Karena Dia adalah seperti rumah tempat kita pulang. Pintunya akan tetap terbuka hingga semua orang pulang. Tentu kita tak akan pernah tidak pulang meski kadang ada rasa malas untuk pulang karena kita terlalu lama bermain-main di luar rumah. Permainan yang sangat menyenangkan hingga malas untuk berhenti dan pulang.
Jadi kesimpulan sementaraku adalah bahwa menanti bertemu dengan Tuhan adalah hal yang lumrah ada dan terjadi, bahkan secara tidak sadar kita sedang menuju pada-Nya. Yang harusnya kita lakukan adalah bagaimana membuat penantian panjang itu menjadi menyenangkan.
Aku terlalu banyak memakai kata “kita” padahal nyatanya manusia akan bertemu dengan Tuhannya sendirian, maka pemakaian kata “aku” akan lebih tepat, karena tulisan ini akan menceritakan bagaimana aku menanti pertemuanku dengan Tuhan-ku.
Bagiku Tuhan itu hanya satu. Meski ada banyak agama di dunia ini, namun tetap saja yang menciptakan dunia ini hanyalah satu Tuhan. Aku tidak dapat membayangkan Tuhan masing-masing agama mengadakan koordinasi untuk menciptakan alam semesta ini. Atau mungkin Tuhan itu pada dasarnya hanyalah satu, namun karena perbedaan persepsi, manusia cenderung menginterpretasikan Tuhan mereka sesuai dengan harapan mereka terhadap seorang pencipta yang agung.
Kasus kedua mungkin sama saja dengan ilustrasi berikut. Pernahkah kita berpikir kenapa hantu versi indonesia berbeda dengan hantu versi amerika atau hantu versi jepang? Hantu indonesia identik dengan pocong, kuntilanak, genderuwo, atau tuyul sedangkan hantu Amerika adalah vampir atau dracula dan hantu jepang adalah [… ]. Semuanya adalah karena masing-masing negara memiliki rasa ketakutan yang berbeda terhadap makhluk halus. Mungkin jika tiba-tiba ada pocong di New York penduduk di sana bukannya takut tapi malah heran dan tertarik. Berbeda dengan orang Indonesia yang akan takut jika bertemu dengan pocong.
Jadi kesimpulanku berikutnya adalah bahwa Tuhan setiap orang itu berbeda tergantung persepsi perorangannya. Mungkin saja Tuhan-ku berbeda dengan Tuhan temanku meskipun kami seagama.
Sekarang aku akan melaksanakan sebuah skenario penantian untuk diriku sendiri. Aku akan memanfaatkan waktu yang diberikan Tuhan-ku selama aku ada di dunia ini untuk menjadi seorang peneliti. Karena Dia telah menjanjikan kompensasi yang sangat menggiurkan. Aku akan meneliti bagaimana pola kehidupan di dunia ini dengan menggunakan metode penelitian “turut serta”. Dengan begitu aku akan bisa melihat karakteristik kehidupan dunia sebagai salah satu pemainnya.
Aku mengamati bagaimana sebuah keluarga mampu membentuk kepribadian dasar seseorang. Aku mempelajari cara-cara berhubungan dengan orang lain melalui interaksiku dengan orang tua dan saudaraku. Aku menyadari bagaimana lingkungan bisa memoles atau malah merusak pondasi kepribadian yang telah ditanamkan keluarga. Aku merasakan keindahan dunia yang Tuhan-Ku ciptakan. Serta banyak hal baru lain yang ku peroleh dari penelitianku di dunia. Namun aku makin terbuai dengan keindahan dunia ini. Seringkali aku lupa bahwa aku dalam misi penelitian, hingga Tuhan-ku menegurku. Hal tersebut terjadi berkali-kali, namun Tuhan-Ku tak pernah bosan memperingatkan aku.
Nah, sampailah aku di satu masalah besar. Bagaimana nantinya aku jika aku telah bertemu dengan Dia. Apa yang akan ku sampaikan pada Tuhan-ku? Karena Laporan penelitianku belum selesai ku kerjakan. Bagaimana aku mempresentasikan hal-hal yang ku peroleh selama ini? Padahal aku seringkali menyerempet ke arah yang berlawanan dengan peta kehidupan yang telah diberikan Tuhan-ku sebelumnya. Dan aku amat mengharapkan kompensasi yang ditawarkan Tuhan-ku sebelumnya. Surga.
Mungkin sudah saatnya aku mulai membuat laporan yang benar dengan arah penelitian yang benar juga. Karena nantinya aku akan bertemu dengan Tuhan-ku sendirian, Dia-lah yang akan menilai laporan penelitianku dan akan memberikan kompensasi yang sesuai dengan hasil kerjaku selama ini.
Bekerjakeraslah dari sekarang farah..
Karena aku tak tau kapan aku akan bertemu dengan Dia, Tuhan-ku..
wew..
ReplyDelete:)