Tentang Hujan
Ada sesuatu tentang hujan dan kereta. Dua hal yang aku suka. Pernah sekali waktu balik dari Bandung, aku naik kereta dan disertai hujan. Rasanya menyenangkan, membahagiakan. Dapat merengkuh dua hal yang kusukai secara bersamaan.
Dan dalam postingan kali ini, aku ingin berbagi cerita tentang hujan.
Jadi, ada apa dengan Hujan?
Dulu aku sangat tidak suka dengan hujan. Saat pergantian musim masih teratur, Hujan yang turun di Padang (Rumahku) adalah tipe hujan deras dengan angin kencang. Atap rumahku adalah seng, jadi kalo hujan deras mulai turun, bunyiny akan sangat memekakkan telinga, ditambah angin kencang yang membuat atap seng rumahku berderik. Mengerikan. Sebagai bocah kecil, aku sering ketakutan pada hujan dan bunyi2an yang menyertainya, karena aku merasa seperti mendengarkan orang-orang berbicara ramai namun lirih. Sehingga jika hujan turun, aku merasa seperti sedang diperhatikan dan diomongkan oleh sosok yang tidak ada. Yak, benar, masa kecil ku adalah seorang bocah yang penakut namun berdaya khayal tinggi.
Menjelang besar, aku dengan seragam putih+biru tua masih tidak menyukai hujan, karena hujan seringkali membuatku terlambat pulang dari sekolah. Jika saat bel pulang sekolah berbunyi dan hujan turun, aku akan menghela napas panjang. Meskipun di tas aku selalu menyediakan payung, tetap saja aku tak suka basah2an dengan hujan. Sekolahku masuk gang, sekitar 200meter dari jalan besar tempat menunggu angkot menuju rumah. Mau tak mau, aku harus berjibaku dengan hujan jika ingin pulang. Aku tak suka. Rumahku malah sekitar 1,5km dari jalan besar tempat aku berhenti angkot. Itu berarti aku masih akan berjibaku dengan hujan. Saat itu aku masih takut pada hujan, aku merasa diikuti oleh suara-suara lirih mirip obrolan orang dewasa itu.
Saat mengenakan seragam putih+abu-abu aku mulai agak berdamai dengan hujan. Terutama hujan di pagi hari. Meskipun harus berangkat basah-basahan, tapi begitu sampai di sekolah, suasana sekolahku yang lembab karena hujan itu sangat menenangkan. Gedung sekolah yang basah, rumput lapangan upacara yang becek, serta titik air yang menetes dari pohon beringin di pinggir lapangan upacara membuat pagi hari itu adalah pagi yang sangat menyenangkan. Aku bahkan menunggu-nunggu hujan di pagi hari menjelang berangkat sekolah.
Tapi aku tetap tidak menyukai hujan, aku lebih senang bergelung dalam selimut ketika hujan, lebih tenang berada di rumah saat hujan. Bahkan akan panik mendadak di jalanan, jika aku belum juga sampai di rumah saat hujan deras mulai turun.
Dan dalam postingan kali ini, aku ingin berbagi cerita tentang hujan.
Jadi, ada apa dengan Hujan?
Dulu aku sangat tidak suka dengan hujan. Saat pergantian musim masih teratur, Hujan yang turun di Padang (Rumahku) adalah tipe hujan deras dengan angin kencang. Atap rumahku adalah seng, jadi kalo hujan deras mulai turun, bunyiny akan sangat memekakkan telinga, ditambah angin kencang yang membuat atap seng rumahku berderik. Mengerikan. Sebagai bocah kecil, aku sering ketakutan pada hujan dan bunyi2an yang menyertainya, karena aku merasa seperti mendengarkan orang-orang berbicara ramai namun lirih. Sehingga jika hujan turun, aku merasa seperti sedang diperhatikan dan diomongkan oleh sosok yang tidak ada. Yak, benar, masa kecil ku adalah seorang bocah yang penakut namun berdaya khayal tinggi.
Menjelang besar, aku dengan seragam putih+biru tua masih tidak menyukai hujan, karena hujan seringkali membuatku terlambat pulang dari sekolah. Jika saat bel pulang sekolah berbunyi dan hujan turun, aku akan menghela napas panjang. Meskipun di tas aku selalu menyediakan payung, tetap saja aku tak suka basah2an dengan hujan. Sekolahku masuk gang, sekitar 200meter dari jalan besar tempat menunggu angkot menuju rumah. Mau tak mau, aku harus berjibaku dengan hujan jika ingin pulang. Aku tak suka. Rumahku malah sekitar 1,5km dari jalan besar tempat aku berhenti angkot. Itu berarti aku masih akan berjibaku dengan hujan. Saat itu aku masih takut pada hujan, aku merasa diikuti oleh suara-suara lirih mirip obrolan orang dewasa itu.
Saat mengenakan seragam putih+abu-abu aku mulai agak berdamai dengan hujan. Terutama hujan di pagi hari. Meskipun harus berangkat basah-basahan, tapi begitu sampai di sekolah, suasana sekolahku yang lembab karena hujan itu sangat menenangkan. Gedung sekolah yang basah, rumput lapangan upacara yang becek, serta titik air yang menetes dari pohon beringin di pinggir lapangan upacara membuat pagi hari itu adalah pagi yang sangat menyenangkan. Aku bahkan menunggu-nunggu hujan di pagi hari menjelang berangkat sekolah.
Tapi aku tetap tidak menyukai hujan, aku lebih senang bergelung dalam selimut ketika hujan, lebih tenang berada di rumah saat hujan. Bahkan akan panik mendadak di jalanan, jika aku belum juga sampai di rumah saat hujan deras mulai turun.
Sekarang Aku sudah tak takut hujan,Di Jakarta yang panas ini, hujan adalah anugrah. Perlahan aku mulai berdamai dengan hujan, pun mensyukuri kehadirannya. Rasa tenang yang dibawanya membuatnya jadi ramah kepadaku. Suara-suara lirih yang biasanya ku dengar saat hujan turun sekarang mulai mereda, berganti dengan bunyi rintik yang menenangkan.
Malah mungkin aku mulai cinta pada hujan..
Meski sekarang aku sudah tak punya jendela kamar untuk melihat hujan,
tapi aku punya dinding kaca yang lebar di kantor untuk menikmati hujan.
Menyukai setiap butir air yang turun dari rangka jendelanya...
Menggilai suara deras yang menerpanya..
Mencintai suasana mendung berawan yang tebal itu..
Comments
Post a Comment